Selalu Ada Yang Tak Beres Dengan...
Dulu aku punya teman bernama Toni, yang selalu mencari-cari hal-hal jelek dalam diri orang lain, bahkan orang yang tak dikenalnya. Dia akan berkata, misalnya, ”Lihatlah sepatu jelek yang dipakai wanita itu.
Harusnya dia sadar dia tidak bisa keluar rumah memakai sepatu seperti itu!”, atau ”Ya ampun, kok bisa-bisanya dia memakai kemeja tua yang jelek dengan celana itu? Pasti dia nggak punya cermin di rumah.” Atau, ”Lihat pantatnya yang besar. Pasti beratnya sampai 150 kg. Mestinya mulutnya disegel saja.”
Hal lain yang selalu dilakukan Toni adalah bergosip, sekalipun hal yang diceritakan orang kepadanya mestinya dirahasiakan. Dia tak ambil pusing kalau perkataannya bisa menyakiti perasaan orang lain. “Tommy bilang, jangan bilang siapa-siapa, tapi kata dia, Beni sedang memikirkan untuk putus dengan pacarnya Katrin”, katanya kepadaku saat mengantri di kantin sekolah, padahal Katrin bisa dengar. Dan Katrin memang
mendengarnya, seperti yang diketahui Toni. Katrin sangat sedih dan mulai menangis. Toni bertingkah seolah dia tak punya andil dalam menyakiti perasaan Katrin.
Kebiasaan buruknya yang lain adalah mengecam orang secara terbuka dan mempermalukan mereka didepan orang lain. Dia melakukan itu kepada Pak Sams, guru sejarah kami. Hidung Pak Sams mancung sekali. Toni menggambarnya, dilebih-lebihkan seperti hidung dalam film kartun, dan memajangnya di papan pengumuman. Dia menggambar meja Pak Sams di sampingnya, dilengkapi papan namanya, sehingga semua orang pasti tahu gambarnya itu adalah Pak Sams. Dibawahnya dia menulis, ”Jika Bapak mengisi hidung dengan koin, Bapak akan bisa membayar operasi plastik”.
Aku pikir Toni itu cukup lucu sampai aku menjadi korban kebiasaannya mengecam orang. Pada suatu hari, aku menanyakan kepada Toni apakah dia mau ikut denganku menonton adikku main softball. Saat regu adikku duduk di bangku pemain di depan kami, Toni menunjuk kepada gadis kecil yang mengenakan kawat gigi dan kacamata tebal dan berkata, ”Gadis itu jelek sekali, sampai-sampai harus bermain di regu sekolah terbuka, karena dia tak bisa menemukan orang lain di lingkungannya yang mau bermain
bersamanya", malah Toni menambahkan, ”dia begitu jelek, pasti ibunya harus mengikatkan daging pada lehernya supaya anjing mau bermain dengannya !”
Gadis kecil yang mengenakan kawat gigi dan kacamata tebal itu adalah adikku !
Aku sangat gusar dan menganggap bahwa Toni sudah keterlaluan. Namun, hal itu mengajariku sesuatu. Komentar Toni yang jahat membuatku sadar bahwa saat dia mencemooh orang yang tak kukenal, kupikir itu lucu, dan semuanya tampak tak berbahaya. Tetapi saat komentar yang merendahkan itu diarahkan pada adikku, kedengarannya sangat keji. Saat orang mengatakan hal-hal seperti tadi tentang orang yang dikenal maupun yang tak dikenal, perkataan itu jahat – titik.
Orang yang menyukai dirinya sendiri tak akan memuaskan dirinya dengan menyakiti orang lain.
Dulu aku punya teman bernama Toni, yang selalu mencari-cari hal-hal jelek dalam diri orang lain, bahkan orang yang tak dikenalnya. Dia akan berkata, misalnya, ”Lihatlah sepatu jelek yang dipakai wanita itu.
Harusnya dia sadar dia tidak bisa keluar rumah memakai sepatu seperti itu!”, atau ”Ya ampun, kok bisa-bisanya dia memakai kemeja tua yang jelek dengan celana itu? Pasti dia nggak punya cermin di rumah.” Atau, ”Lihat pantatnya yang besar. Pasti beratnya sampai 150 kg. Mestinya mulutnya disegel saja.”
Hal lain yang selalu dilakukan Toni adalah bergosip, sekalipun hal yang diceritakan orang kepadanya mestinya dirahasiakan. Dia tak ambil pusing kalau perkataannya bisa menyakiti perasaan orang lain. “Tommy bilang, jangan bilang siapa-siapa, tapi kata dia, Beni sedang memikirkan untuk putus dengan pacarnya Katrin”, katanya kepadaku saat mengantri di kantin sekolah, padahal Katrin bisa dengar. Dan Katrin memang
mendengarnya, seperti yang diketahui Toni. Katrin sangat sedih dan mulai menangis. Toni bertingkah seolah dia tak punya andil dalam menyakiti perasaan Katrin.
Kebiasaan buruknya yang lain adalah mengecam orang secara terbuka dan mempermalukan mereka didepan orang lain. Dia melakukan itu kepada Pak Sams, guru sejarah kami. Hidung Pak Sams mancung sekali. Toni menggambarnya, dilebih-lebihkan seperti hidung dalam film kartun, dan memajangnya di papan pengumuman. Dia menggambar meja Pak Sams di sampingnya, dilengkapi papan namanya, sehingga semua orang pasti tahu gambarnya itu adalah Pak Sams. Dibawahnya dia menulis, ”Jika Bapak mengisi hidung dengan koin, Bapak akan bisa membayar operasi plastik”.
Aku pikir Toni itu cukup lucu sampai aku menjadi korban kebiasaannya mengecam orang. Pada suatu hari, aku menanyakan kepada Toni apakah dia mau ikut denganku menonton adikku main softball. Saat regu adikku duduk di bangku pemain di depan kami, Toni menunjuk kepada gadis kecil yang mengenakan kawat gigi dan kacamata tebal dan berkata, ”Gadis itu jelek sekali, sampai-sampai harus bermain di regu sekolah terbuka, karena dia tak bisa menemukan orang lain di lingkungannya yang mau bermain
bersamanya", malah Toni menambahkan, ”dia begitu jelek, pasti ibunya harus mengikatkan daging pada lehernya supaya anjing mau bermain dengannya !”
Gadis kecil yang mengenakan kawat gigi dan kacamata tebal itu adalah adikku !
Aku sangat gusar dan menganggap bahwa Toni sudah keterlaluan. Namun, hal itu mengajariku sesuatu. Komentar Toni yang jahat membuatku sadar bahwa saat dia mencemooh orang yang tak kukenal, kupikir itu lucu, dan semuanya tampak tak berbahaya. Tetapi saat komentar yang merendahkan itu diarahkan pada adikku, kedengarannya sangat keji. Saat orang mengatakan hal-hal seperti tadi tentang orang yang dikenal maupun yang tak dikenal, perkataan itu jahat – titik.
Orang yang menyukai dirinya sendiri tak akan memuaskan dirinya dengan menyakiti orang lain.
Comments