Soren Kierkegaard pernah menceritakan sebuah kisah tentang sirkus yang memadamkan kebakaran. Kobaran api dari tenda sirkus itu mulai membakar ladang di sekitarnya dan menyebar ke desa di dekatnya.
Kepala rombongan memperkirakan bahwa desa tersebut akan hancur dan para penduduknya akan terbunuh, kecuali mereka diberi peringatan. Dia menanyakan siapa di antara rombongannya yang bersedia pergi ke
desa itu dan memperingatkan mereka.
Seorang badut sirkus yang sudah berpakaian lengkap, segera meloncat keatas sepeda dan memacunya menuruni bukit. "Larilah untuk keselamatanmu! Larilah! Api sedang menjalar dan segera membakar desa!" Ia berteriak sepanjang jalan desa itu. "Desa segera terbakar! Larilah untuk keselamatanmu!" Orang-orang desa yang ingin tahu segera keluar dari rumah dan tempat perbelanjaan, serta berdiri sepanjang kiri-kanan jalan. Mereka membalas teriakannya, mentertawai dan bertepuk-tangan atas penampilannya. Semakin badut itu berteriak, semakin mereka memujinya. Akhirnya desa itu terbakar dan begitu banyaknya nyawa yang melayang karena tidak seorang pun menanggapi badut itu dengan serius. Setelah semua itu, ia tetap seorang badut.
Sering secara tidak sadar kita pernah menjadi Badut di lingkungan kita. Ternyata setiap manusia memerlukan waktu untuk menyadari agar segera sadar pada saat menjadi Badut. Menjadi Badut bukanlah hal yang salah dalam hidup asalkan berada di tempat dan waktu yang tepat. ~c~
Kepala rombongan memperkirakan bahwa desa tersebut akan hancur dan para penduduknya akan terbunuh, kecuali mereka diberi peringatan. Dia menanyakan siapa di antara rombongannya yang bersedia pergi ke
desa itu dan memperingatkan mereka.
Seorang badut sirkus yang sudah berpakaian lengkap, segera meloncat keatas sepeda dan memacunya menuruni bukit. "Larilah untuk keselamatanmu! Larilah! Api sedang menjalar dan segera membakar desa!" Ia berteriak sepanjang jalan desa itu. "Desa segera terbakar! Larilah untuk keselamatanmu!" Orang-orang desa yang ingin tahu segera keluar dari rumah dan tempat perbelanjaan, serta berdiri sepanjang kiri-kanan jalan. Mereka membalas teriakannya, mentertawai dan bertepuk-tangan atas penampilannya. Semakin badut itu berteriak, semakin mereka memujinya. Akhirnya desa itu terbakar dan begitu banyaknya nyawa yang melayang karena tidak seorang pun menanggapi badut itu dengan serius. Setelah semua itu, ia tetap seorang badut.
Sering secara tidak sadar kita pernah menjadi Badut di lingkungan kita. Ternyata setiap manusia memerlukan waktu untuk menyadari agar segera sadar pada saat menjadi Badut. Menjadi Badut bukanlah hal yang salah dalam hidup asalkan berada di tempat dan waktu yang tepat. ~c~
Comments